Sabtu, 30 Maret 2013

RIBA DALAM PERSPEKTIF AGAMA DAN SEJARAH


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang  Riba dalam perspektif agama dan sejarah yang sengaja penulis pilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru / dosen pembimbing yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
wssalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh





Penulis



                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      i.             

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR           ………………………………………………                         i
 DAFTAR ISI                         ………………………………………………                        i

BAB I PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH  ………………………………           

BAB II PEMBAHASAN
A.    RIBA DALAM PERSPEKTIF AGAMA
1.      Dalam Perspektif Agama Islam....................................................                        1
2.      Dalam Agama Yahudi                  .................................................                       4
3.      Dalam Agama Kristen                  .................................................                       5

B.     RIBA DALAN PERSPEKTIF SEJARAH…………………………           ..                        6

BAB III PENUTUP
A.    SIMPULAN               ………………………………………………                        13
B.     SARAN                      ……………………………………………….                       13

DAFTAR PUSTAKA            ………………………………………………                        14










i

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG  MASALAH
Istilah dan persepsi mengenai riba begitu hidupnya di dunia Islam. Masyarakat islam madani yang ideal memiliki karakteristis yang selalu menonjolkan kehidupan yang berkeadilan sosioekonomi. Keadilan sosioekonomi akan menjangkau seluruh aspek kehidupannya baik sosial, ekonomi dan politik. Suatu institusi yang salah tentu akan mempengaruhi institusi yang lainnya. Bahkan dalam bidang bisnis dan ekonomi, semua harus menyatu dengan prinsip keadilan sehingga seluruh element akan terdorong untuk bersikap yang sama bukan malah sebaliknya, menyuarakan ketidak adilan sosioekonomi.
Salah satu ajaran Islam yang paling esensial dalam menegakkan keadilan dan menghapus segala bentuk eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah dengan melarang semua bentuk peningkatan kekayaan secara tidak adil (akl amwaalan-naas bil-bathil).
Dalam kehidupan kaum Muslimin yang semakin sulit ini, memang ada yang tidak memperduli­kan lagi masalah halal dan haramnya bunga bank. Bahkan ada pendapat yang terang-terangan menghalalkannya. Ini dikarenakan keterlibatan kaum Muslimin dalam sistem kehidupan Sekularisme-Kapital­isme Barat serta sistem Sosialisme-Atheisme. Bagi yang masih berpegang teguh kepada hukum Syariat Islam, maka berusaha agar kehidupannya berdiri di atas keadaan yang bersih dan halal. Namun karena umat pada masa sekarang adalah umat yang lemah, bodoh, dan tidak mampu membeda-bedakan antara satu pendapat dengan pendapat lain­nya, maka mereka saat ini menjadi golongan yang paling bingung, diombang-ambing oleh berbagai pendapat dan pemikiran.







1
BAB II
PEMBAHASAN
A.  RIBA DALAM PERSPEKTIF AGAMA
Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba (الربا) secara bahasa bermakna: ziyadah(زيادة –tambahan ). Dalam pengertian lain, secara linguistic, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun dalam istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba ini, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip mu’amalah dalam islam.
Mengenai hal ini Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bathil.” (Q.S. An Nisa: 29).

a.    Dalam  Agama Islam

Ø  DALIL DALAM  AL-QUR’AN:
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqoroh: 275)

Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 275 : “…padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….” . Larangan Riba yang terdapat dalam Al- Qur’an tidak diturunkan sekaligus melainkan diturunkan dalam empat tahap. Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada dzahirnya seolah-olah menolong mereka yang membutuhkan sebagai suatu perbuatan mendekati atau Taqarrub kepada Allah SWT, yaitu  dalam Surat Ar-Rum :39. Tahap kedua, Riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi memakan riba, yaitu  dalam Surat An-Nisa’ Ayat:161 . Tahap ketiga, Riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda, para Ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan opada masa tersebut, yaitu  dalam Surat Ali Imran:130.


2
Tahap Keempat, Allah menjelaskan dengan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman, yaitu  dalam Surat Al-Baqarah :279.
Pelarangan riba tidak hanya merujuk pada Al-Qur’an, melainkan juga Al- Hadist.

Ø  DALIL HADITS
 عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Dari Jabir berkata: Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, wakilnya, sekretarisnya dan saksinya. (HR. Muslim 4177)

Hal ini sebagai mana posisi umum hadist yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan melalui Al-Qur’an. Adapun pelarang riba dalam hadist lebih terinci. Diantara hadist tersebut adalah wasiat nabi terakhir pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah, rasulullah  masih menekankan sikap islam yang melarang riba “Ingatlah bahwa kamu akan menghadap tuhanmu dan dia pasti akan menghitung Amalmu.Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok )kamu adalah hal kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidak adilan.” Dan hadist-hadist yang lainnya.

Ø  Jenis-Jenis Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba hutang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.

1. Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).

2. Riba Jahiliyyah
Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

3. Riba Fadhl
Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

3

4. Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Ø  Jenis Barang Ribawi
Para ahli fiqih Islam telah membahas masalah riba dan jenis barang ribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa barang ribawi meliputi:
[
1. Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.
2. Bahan makanan pokok seperti beras, gandum, dan jagung serta bahan makanan tambahan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Dalam kaitan dengan perbankan syariah implikasi ketentuan tukar-menukar antarbarang-barang ribawi dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Jual-beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah dalam jumlah dan kadar yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saat transaksi jual-beli. Misalnya rupiah dengan rupiah hendaklah Rp 5.000,00 dengan Rp 5.000,00 dan diserah-kan ketika tukar-menukar.
2. Jual beli antara barang-barang ribawi yang berlainan jenis diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang diserahkan pada saat akad jual-beli. Misalnya Rp 5.000,00 dengan 1 dollar Amerika.

3. Jual-beli barang ribawi dengan yang bukan ribawi tidak disyaratkan untuk sama dalam jumlah maupun untuk diserah-kan pada saat akad. Misalnya mata uang (emas, perak, atau kertas) dengan pakaian.

4. Jual beli antara barang-barang yang bukan ribawi diperbolehkan tanpa persamaan dan diserahkan pada waktu akad, misalnya pakaian dengan barang elektronik.

b.        Riba dalam Yahudi
Dalam konsep Yahudi, mereka melarang praktek pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci agama Yahudi, baik dalam Perjanjian Lama maupun undang-undang Talmud.
4

·         Kitab Exodus Keluaran 22:25 menyatakan:
“Jika engkau meminjamkan uang kapada salah seorang ummatku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.”
·         Kitab Deoteronomy Ulangan 23:19 menyatakan:
“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan.”
·         Kitab Levicitus Ulangan 23:20 menyatakan:
“Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga … supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya.”
·         Kitab Imamat 35:7 menyatakan:
“Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudara-mu bisa hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uang-mu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.”
c.         Riba dalam Kristen
Konsep Bunga di Kalangan Kristen. Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6:34-5 sebagai ayat yang mengecam praktek pengambilan bunga. Ayat tersebut menyatakan : “Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat.”

5
Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktekkan pengambilan bunga. Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para pendeta awal Kristen (abad I hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII – XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis Kristen (abad XVI – tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan bunga. Kitab Ulangan 23:20 menyatakan:
“Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga … supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya.“
d.      Riba dalam Hindu dan Budha

Praktek riba (rente) dalam agama Hindu dan Budha dapat kita temukan dalam naskah kuno India. Teks – teks Veda India kuno (2.000-1.400 SM) mengkisahkan “lintah darat” (kusidin) disebutkan sebagai pemberi pinjaman dengan bunga. Atau dalam dalam teks Sutra (700-100 SM) dan Jataka Buddha (600-400 SM) menggambarkan situasi sentimen yang menghina riba.
Sebagai contoh, Vasishtha, seorang Hindu terkenal pembuat hukum waktu itu, membuat undang-undang khusus yang melarang kasta yang lebih tinggi dari Brahmana (pendeta) dan Ksatria (pejuang) menjadi rentenir atau pemberi pinjaman dengan bunga tinggi. Juga, dalam Jataka, riba disebut sebagai “hypocritical ascetics are accused of practising it”. Pada abad kedua, riba telah menjadi istilah yang lebih relatif, seperti yang tersirat dalam hukum Manu, “ditetapkan bunga melampaui tingkat hukum yang berlaku.
B. RIBA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH
·         Pandangan Para Pendeta Awal Kristen (Abad I – XII)
Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan. Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa. Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya. Harga barang yang ditinggikan untuk penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang terselubung. Pada masa ini, umumnya pengambilan bunga dilarang.

6
Mereka merujuk masalah pengambilan bunga kepada Kitab Perjanjian Lama yang juga diimani oleh orang Kristen. St. Basil (329 – 379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berperi-kemanusiaan. Baginya, mengambil bunga adalah mengambil keuntungan dari orang yang memerlukan. Demikian juga mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang miskin.
St. Gregory dari Nyssa (335 – 395) mengutuk praktek bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti membantu tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat kejam. St. John Chrysostom (344 – 407) berpendapat bahwa larangan yang terdapat dalam Perjanjian Lama yang ditujukan bagi orang-orang Yahudi juga berlaku bagi penganut Perjanjian Baru.
St. Ambrose mengecam pemakan bunga sebagai penipu dan pembelit (rentenir). St. Augustine berpendapat pemberlakuan bunga pada orang miskin lebih kejam dibandingkan dengan perampok yang merampok orang kaya. Karena dua-duanya sama-sama merampok, satu terhadap orang kaya dan lainnya terhadap orang miskin. St. Anselm dari Centerbury (1033 – 1109) menganggap bunga sama dengan perampokan.
Larangan praktek bunga juga dikeluarkan oleh gereja dalam bentuk undang-undang (Canon): Council of Elvira (Spanyol tahun 306) mengeluarkan Canon 20 yang melarang para pekerja gereja mem-praktekkan pengambilan bunga. Barangsiapa yang melanggar, maka pangkatnya akan diturunkan. Council of Arles (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja mempraktekkan pengambilan bunga. First Council of Nicaea (tahun 325) mengeluarkan Canon 17 yang mengancam akan memecat para pekerja gereja yang mempraktekkan bunga. Larangan pemberlakuan bunga untuk umum baru dikeluarkan pada Council of Vienne (tahun 1311) yang menyatakan barangsiapa menganggap bahwa bunga itu adalah sesuatu yang tidak berdosa maka ia telah keluar dari Kristen (murtad).
·       Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII – XVI)
Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan. Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung dari niat si pemberi hutang.
Pada masa ini terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang perekonomian dan perdagangan. Pada masa tersebut, uang dan kredit menjadi unsur yang penting dalam masyarakat.
7
Pasar uang perlahan-lahan mulai terbentuk. Proses tersebut mendorong terwujudnya suku bunga pasar secara meluas. Para sarjana Kristen pada masa ini tidak saja membahas permasalahan bunga dari segi moral semata yang merujuk kepada ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, mereka juga mengaitkannya dengan aspek-aspek lain. Di antaranya, menyangkut jenis dan bentuk undang-undang, hak seseorang terhadap harta, ciri-ciri dan makna keadilan, bentuk-bentuk keuntungan, niat dan perbuatan manusia, serta per-bedaan antara dosa individu dan kelompok.
Mereka dianggap telah melakukan terobosan baru sehubungan dengan pendefinisian bunga. Dari hasil bahasan mereka untuk tujuan memperhalus dan melegitimasi hukum, bunga dibedakan menjadi interest dan usury. Menurut mereka, interest adalah bunga yang diperbolehkan, sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan. Para tokoh sarjana Kristen yang memberikan kontribusi pendapat yang sangat besar sehubungan dengan bunga ini adalah Robert of Courcon (1152-1218), William of Auxxerre (1160-1220), St. Raymond of Pennaforte (1180-1278), St. Bonaventure (1221-1274), dan St. Thomas Aquinas (1225-1274).
·            Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI – Tahun 1836)
Pendapat para reformis telah mengubah dan membentuk pandangan baru mengenai bunga. Para reformis itu antara lain adalah John Calvin (1509-1564), Charles du Moulin (1500 – 1566), Claude Saumaise (1588-1653), Martin Luther (1483-1546), Melanchthon (1497-1560), dan Zwingli (1484-1531). Beberapa pendapat Calvin sehubungan dengan bunga antara lain:
v  Dosa apabila bunga memberatkan.
v  Uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles).
v  Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesi.
v   Jangan mengambil bunga dari orang miskin.
Du Moulin mendesak agar pengambilan bunga yang sederhana diperbolehkan asalkan bunga tersebut digunakan untuk kepentingan produktif. Saumise, seorang pengikut Calvin, membenarkan semua pengambilan bunga, meskipun ia berasal dari orang miskin. Menurutnya, menjual uang dengan uang adalah seperti perdagangan biasa, maka tidak ada alasan untuk melarang orang yang akan menggunakan uangnya untuk membuat uang. Menurutnya pula, agama tidak perlu repot-repot mencampuri urusan yang berhubungan dengan bunga.

8
·            Konsep Bunga dikalangan Yunani Dan Romawi
Konsep atau praktik pengambilan bunga dicela oleh para Ahli Filsafat, dua filosof yunani terkemuka,Yaitu plato dan Aristoteles, mengecam praktik bunga. Dengan pebndapat mereka sebagai berikut:
·       Plato ( 427-347 SM). Dia mengecam system bunga berdasarkan dua alasan, yang pertama : Bunga mengakibatkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Kedua : Bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin.
·       Adapun Aristoteles ( 384-322 SM) menyatakan keberatannya mengemukakan bahwa fungsi uang adalah sebagi alat tukar atau Medium of exchange. Ditegaskannya bahwa uang bukan alat untuk menghasilkan tambahan melalui bunga.Diapun menyebut bunga sebagai uang yang berasal keberadaannya dari sesuatu yang belum tentu pasti terjadi.
·       Filosof yunani, Cato (234-149 SM). Ia berkata pada anaknya agar menjauhi dua perkara yaitu memungut cikai dan mengambil bunga.
 C.ALASAN PEMBENARAN PENGAMBILAN RIBA
Sekalipun ayat-ayat dan hadits riba sudah sangat jelas dan sharih, masih saja ada beberapa cendekiawan yang mencoba untuk memberikan pembenaran atas pengambilan bunga uang. Di antara-nya karena alasan:

1. Dalam keadaan darurat, bunga halal hukumnya.
2. Hanya bunga yang berlipat ganda saja dilarang. Sedangkan suku bunga yang “wajar” dan tidak mendzalimi, diperkenankan.
3. Bank, sebagai lembaga, tidak masuk dalam kategori mukallaf. Dengan demikian tidak terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba.
PEMBAHASAN :
1. Darurat
Untuk lebih memahami pengertian, kita seharusnya melakukan pembahasan yang komprehensif tentang pengertian darurat ini seperti yang dinyatakan oleh syara’ (Allah dan rasul-Nya) bukan pengertian sehari-hari terhadap istilah ini.
Imam Suyuti dalam bukunya Al Asybah wan Nadhair menegaskan bahwa “darurat adalah suatu keadaan emergency di mana jika seseorang tidak segera melakukan sesuatu tindakan dengan cepat, maka akan membawanya ke jurang kehancuran atau kematian.”



9

Dalam literatur klasik keadaan emergency ini sering dicontohkan dengan seorang yang tersesat di hutan dan tidak ada makanan lain kecuali daging babi yang diharamkan, maka dalam keadaan darurat demikian Allah menghalalkan daging babi dengan 2 batasan
 “Barangsiapa dalam keadaan terpaksa, seraya dia (1) tidak menginginkan dan (2) tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun Maha Penyayang.” (Q.S. Al Baqarah: 173) Pembatasan yang pasti terhadap pengambilan dispensasi darurat ini harus sesuai dengan metodologi ushul fiqh, ter-utama penerapan al qawaid al fiqhiyah seputar kadar darurat.
Sesuai dengan ayat di atas para ulama merumuskan kaidah
“Darurat itu harus dibatasi sesuai kadarnya.”
Artinya darurat itu ada masa berlakunya serta ada batasan ukuran dan kadarnya. Contohnya, seandainya di hutan ada sapi atau ayam maka dispensasi untuk memakan daging babi menjadi hilang. Demikian juga seandainya untuk mempertahankan hidup cukup dengan tiga suap maka tidak boleh melampaui batas hingga tujuh atau sepuluh suap. Apalagi jika dibawa pulang dan dibagi-bagikan kepada tetangga.

2. Berlipat Ganda
Pendapat bahwa bunga hanya dikategorikan riba bila sudah berlipat-ganda dan memberatkan. Sementara bila kecil dan wajar-wajar saja dibenarkan . Pendapat ini berasal dari pe-mahaman yang keliru atas Surat Ali Imran ayat 130.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan.”
Sepintas, surat Ali Imran 130 ini memang hanya melarang riba yang berlipat-ganda. Namun pemahaman kembali ayat ter-sebut secara cermat, termasuk mengaitkannya dengan ayat-ayat riba lainnya. Secara komprehensif, serta pemahaman terhadap fase-fase pelarangan riba secara menyeluruh, akan sampai pada kesimpulan bahwa riba dalam segala bentuk dan jenisnya mutlak diharamkan
Kriteria berlipat-ganda dalam ayat ini harus dipahami sebagai hal atau sifat dari riba, dan sama sekali bukan merupakan syarat. Syarat artinya kalau terjadi pelipat-gandaan, maka riba, jikalau kecil tidak riba.
Menanggapi hal ini, Dr. Abdullah Draz, dalam salah satu konfrensi fiqh Islami di Paris, tahun 1978, me-negaskan kerapuhan asumsi syarat tersebut. Beliau menjelaskan secara linguistik arti “kelipatan”. Sesuatu berlipat minimal 2 kali lebih besar dari semula. Sementara adalah bentuk jamak dari kelipatan tadi. Minimal jamak adalah 3. Dengan demikian berarti 3×2=6 kali. Sementara dalam ayat adalah ta’kid untuk penguatan.
10
Dengan demikian menurut beliau, kalau berlipat-ganda itu dijadikan syarat, maka sesuai dengan konsekuensi bahasa, minimum harus 6 kali atau bunga 600 %. Secara operasional dan nalar sehat angka itu mustahil terjadi dalam proses perbankan maupun simpan-pinjam.
Menanggapi pembahasan Q.S. Ali Imran ayat 130 ini Syaikh Umar bin Abdul Aziz Al Matruk, menegaskan
“Adapun yang dimaksud dengan ayat 130 Surat Ali Imran, termasuk redaksi berlipat-ganda dan pengguna-annya sebagai dalil, sama sekali tidak bermakna bahwa riba harus sedemikian banyak. Ayat ini menegaskan tentang karakteristik riba secara umum bahwa ia mempunyai kecenderungan untuk berkembang dan berlipat sesuai dengan berjalannya waktu. Dengan demikian redaksi ini (berlipat-ganda) menjadi sifat umum dari riba dalam terminologi syara (Allah dan rasul-Nya).”
DR. Sami Hasan Hamoud menjelaskan bahwa, bangsa Arab di samping mela-kukan pinjam-meminjam dalam bentuk uang dan barang bergerak juga melakukannya dalam ternak. Mereka biasa meminjamkan ternak berumur 2 tahun (bint makhad) dan meminta kembalian berumur 3 tahun (bint labun). Kalau meminjamkan bint labun meminta kembalian haqqah (berumur 4 tahun). Kalau meminjamkan haqqah meminta kembalian jadzaah (berumur 5 tahun).
 Kriteria tahun dan umur ternak terkadang loncat dan tidak harus berurutan tergantung kekuatan supply and demand (permintaan dan penawaran) di pasar. Dengan demikian, kriteria tahun bisa berlipat dari ternak berumur 1 ke 2, bahkan ke 3 tahun.
Perlu direnungi pula bahwa penggunaan kaidah maf-hum mukhalafah dalam konteks Ali Imran 130 sangatlah menyimpang baik dari siyaqul kalam, konteks antar-ayat, kronologis penurunan wahyu, dan sabda-sabda Rasulullah seputar pembungaan uang serta praktek riba pada masa itu. Secara sederhana, jika kita menggunakan logika maf-hum mukhalafah yang berarti konsekuensi secara terbalik – jikalau berlipat ganda dilarang, maka kecil boleh; jikalau tidak sendirian, maka bergerombol; jikalau tidak di dalam maka di luar. dan seterusnya, kita akan salah kaprah dalam memahami pesan-pesan Allah I Sebagai contoh jika ayat larangan berzina kita tafsirkan secara mafhum mukhalafah {32} “Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.


11
 Dan suatu jalan yang buruk.” “Diharamkan bagi kalian (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” Janganlah mendekati zina! Yang dilarang adalah mendekati, berarti perbuatan zina  sendiri tidak dilarang. Demikian juga larangan memakan daging babi.
Janganlah memakan daging babi! Yang dilarang memakan dagingnya, sementara tulang, lemak, dan kulitnya tidak disebutkan secara eksplisit. Apakah berarti tulang, lemak, dan kulit babi halal.
Pemahaman pesan-pesan Allah seperti ini jelas sangat membahayakan karena seperti dikemukakan di atas, tidak mengindahkan siyaqul kalam, kronologis penurunan wahyu, konteks antarayat, sabda-sabda Rasulullah seputar subjek pembahasan, demikian juga disiplin ilmu bayan, badie, dan maa’nie.
Di atas itu semua harus pula dipahami sekali lagi bahwa ayat 130 Surat Ali Imran diturunkan pada tahun ke 3 H. Ayat ini harus dipahami bersama ayat 278-279 dari surat Al Baqarah yang turun pada tahun ke 9 H. Para ulama menegaskan bahwa pada ayat terakhir tersebut merupa-kan “ayat sapu jagat” untuk segala bentuk, ukuran, kadar, dan jenis riba.
3. Badan Hukum dan Hukum Taklif
Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa ketika ayat riba turun dan disampaikan di Jazirah Arabia, belum ada bank atau lembaga keuangan, yang ada hanyalah individu-individu. Dengan demikian BCA, Bank Danamon, atau Bank Lippo, tidak terkena hukum taklif karena pada saat Nabi hidup belum ada.
Pendapat ini jelas memiliki banyak kelemahan, baik dari sisi historis maupun teknis
i. Adalah tidak benar pada zaman pra-Rasulullah tidak ada “badan hukum” sama sekali. Sejarah Romawi, Persia dan Yunani menunjukkan ribuan lembaga keuangan yang mendapat pengesahan dari pihak penguasa. Atau dengan kata lain, perseroan mereka telah masuk ke lembaran negara.
ii. Dalam tradisi hukum, perseroan atau badan hukum sering disebut sebagai juridical personality atau syakhsiyah hukmiyah. Juridical personality ini secara hukum adalah sah dan dapat mewakili individu-individu secara keseluruhan.




12
BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN

Berdasarkan uraian bahasan “ Riba dalam perspektif agama dan sejarah “ dapat disimpulkan bahwa :

1.      Riba walaubagaimanapun bentuknya tetap diharamkan.
2.      Semua agama mengharamkan riba.
3.      Riba mendholimi orang lai dan berdampak buruk bagi perekonomian.


B.     SARAN

Bertolak dari pembahasan Riba dalam perspektif agama dan sejarah penyusun memberikan saran sebagai berikut :

1.      Sebagai mahasiswa stai mari kita menjauhi riba di mulai dari diri kita sendiri.
2.      Bagi pembaca penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini.











13


DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Jakarta, Gema Insani

WWW. Wikipedia.com





















14

RIBA DALAM PERSPEKTIF AGAMA
DAN SEJARAH
Makalah Perbankan Syariah
Dosen : Kartubi, S.E.,M.E.I





 







Oleh :


NAMA :                                             NIMKO :
BAMBANG ROYANI                     12.15 11 18.27
OKTATI MULYANI                       12.15 11 18.21
 
 




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) NATUNA
JURUSAN EKONOMI ISLAM
SEMESTER IVA


1 komentar:

  1. Namaku Nyonya Lianmey, warga negara Amerika Serikat. Saya telah scammed oleh 21 kreditor internet yang berbeda secara internasional, mereka semua berjanji untuk memberi saya pinjaman setelah membuat saya membayar sejumlah biaya yang tidak menghasilkan apa-apa dan sebesar tanpa hasil positif. Saya kehilangan uang hasil jerih payah saya. Suatu hari saat saya melihat-lihat melalui internet dengan air mata di mataku, saya menemukan sebuah kesaksian dari seorang wanita yang juga scammed dan akhirnya dikaitkan dengan perusahaan pinjaman legit bernama Christabel Missan LOAN yang dimiliki oleh (Christabelloancompany@gmail.com) di mana dia mengakhiri peminjamannya, jadi saya memutuskan untuk menghubungi perusahaan pinjaman yang sama dan kemudian menceritakan kepada saya kisah saya tentang bagaimana saya telah dibuat-buat oleh 7 kreditor berbeda yang tidak melakukan apa-apa selain menyebabkan saya lebih menderita. Saya menjelaskan kepada perusahaan melalui surat dan semua yang mereka katakan kepada saya adalah menangis lagi karena saya akan mendapatkan pinjaman saya di perusahaan mereka dan juga saya telah membuat pilihan yang tepat untuk menghubungi mereka. saya mengisi formulir permohonan pinjaman dan melanjutkan semua permintaan dari saya dan saya diberi pinjaman sebesar $ 7000.000 ribu Dolar oleh Perusahaan Besar ini (Christabel Missan LOAN) yang dikelola oleh Christabel Missan dan di sini saya bahagia hari ini karena Christabel Missan LOAN Company telah memberi saya pinjaman jadi saya bersumpah pada diri sendiri bahwa saya masih akan bersaksi di Internet tentang bagaimana saya mendapatkan pinjaman saya. Apakah Anda mencari Pendanaan? Jika Anda tertarik untuk menerima pinjaman dengan bunga rendah sebesar 2% untuk bisnis komersial seperti Start-Ups, Expansion, Buy-Out, Real Estate, Energi Terbarukan, TI, Hiburan, Peralatan Umum Penerbangan, Peralatan Angkatan Darat & Senjata Pertahanan, Keuangan Bank, Sistem Manajemen Lalu Lintas dan Lalu Lintas, Sistem Limbah Air, Listrik, Energi Biomassa, Proyek Pertanian, Etanol, Pembangkit Listrik Tenaga dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Konstruksi, dan lain-lain; Tolong, biarkan dia tahu proposal Anda melalui email; christabelloancompany@gmail.com

    BalasHapus